Kunci Tanggapan Buku Tematik Tema 6 Kelas 4 Halaman 162, 165, 168, 171, 174
Kunci Jawaban Buku Siswa Tema 6 Kelas 4 Halaman 162, 165, 168, 171, 174- Pembelajaran Kelas 4 Tema 6 Cita-Citaku- Aku Cinta Membaca .
Buku Siswa yang dipakai sebagai sumber berguru dikelas 4 merupakan buku Tematik Terpadu Kurikulum 2013 (K13) Edisi Revisi Terbaru.
Dalam Buku Siswa Kelas 4 Tema 6 Aku Cinta Membaca Halaman 162-174 terdapat beberapa latihan soal yang harus dikerjakan siswa. Untuk membantu menemukan jawaban yang tepat berikut kami bagikan alternatif jawaban.
Aku Cinta Membaca
Cintailah membaca, alasannya ....
semakin banyak membaca,
semakin banyak tempat yang kau kunjungi,
semakin sering membaca,
semakin sering kau berpetualang,
semakin bermacam-macam bacaanmu, semakin bermacam-macam pula
pengalaman yang kau rasakan.
Apa yang kau baca akan membuatmu kaya, alasannya apa yang
kau baca akan mengisi dirimu dengan ilmu, menambah
jiwamu dengan pengetahuan, dan membuka wawasan
cakrawala benakmu, seluas-luasnya!
Kakakku Dokter di Pedalaman
Penulis: Diy Ara
Di sebuah rumah di Semarang, Rara sudah duduk di bersahabat telepon rumah semenjak pulang sekolah. Beberapa kali, ia menatap telepon, kemudian berbisik, “Kak Dilan, Rara kangen.” Sayangnya, telepon itu tetap tidak berdering. Rara menjadi kesal. “Andai Rara punya abang menyerupai kakaknya Sena. Seorang polisi mahir yang selalu mengantar Sena ke sekolah.”
Baca Juga :
“Kak Dilan dokter yang hebat, lho!” seru Mama.
“Dokter mahir harusnya ada di rumah sakit. Tidak di hutan menyerupai Kak Dilan,” protes Rara. “Kak Dilan malahan tidak punya waktu, sudah sebulan Kak Dilan tidak menelepon.”
Mama mengusap rambut panjang Rara. “Kak Dilan niscaya kangen Rara. Tetapi, Kak Dilan kan kini tinggal di Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua, tepatnya di Distrik Weime. Itu daerah pedalaman, tidak ada listrik, sinyal, wartel, dan kemudahan lainnya. Jadi, bila mau menelepon kita, Kak Dilan harus pergi ke kota dulu.”
Tiba-tiba telepon berdering. Rara lekas mengangkat telepon itu. Suara Kak Dilan menyapa. Rara berteriak girang. “Kak Dilan harus pulang! Kalau tidak, Rara tidak mau ngomong sama Kakak lagi!”
“Rara jangan ngambek, dong! Kak Dilan kangen sekali bunyi imut Rara,” bujuk Kak Dilan di sambungan telepon. “Kakak mau cerita. Hari ini, Kakak senang sekali, balasannya Bonai tersenyum.” “Siapa itu Bonai?” tanya Rara penasaran.
“Bonai itu salah satu pasien Kakak. Dia terkena malaria. Syukurlah, kini ia sudah sembuh. Tempat yang Kakak tinggali ini banyak sekali penduduk yang meninggal alasannya malaria. Soalnya, jarak dari sini ke rumah sakit sangat jauh. Jadi, mereka telat ditangani,” dongeng Kak Dilan.
“Kasihan sekali. Berarti Kakak harus jaga kesehatan. Kalau Kak Dilan sakit, nanti siapa yang mengobati mereka?”
“Ehm, Kakak minta maaf, ya alasannya Kakak tidak ada di samping Rara.”
Rara merasa bersalah. Seharusnya, ia mendukung Kak Dilan. Soalnya, menjadi dokter di pedalaman yaitu kiprah berat dan sangat mulia. “Tidak apa-apa, Kak. Rara paham sekarang. Dibandingkan Rara, penduduk di Weime lebih membutuhkan Kak Dilan. Kakak harus ada di samping mereka dan mengobati mereka hingga sembuh! Janji ya sama Rara!”
“Janji! Doain Kakak, ya!”
“Pasti! Rara gembira sekali punya Kakak sehebat Kak Dilan!” seru Rara semangat. “Kalau sudah dewasa nanti, Rara mau jadi dokter. Menyelamatkan nyawa orang lain dan menciptakan mereka tersenyum!”
“Kakak juga gembira sama Rara!” kata Kak Dilan di ujung telepon sana.
Alternatif Jawaban :
1. Kakakku Dokter di Pedalaman
2. Rara
3. Kak Dilan jarang menelpon Rara alasannya di daerah pedalaman tidak ada sinyal sehingga sulit untuk menelepon, bila mau nelpon harus kekota dulu untuk mendapat sinyal
4. Kak Dilan menceritakan kegiatannya menolong Bonai yang terkena penyakit malaria dan banyak penduduk yang meninggal alasannya malaria, di pedalaman jarak ke rumah sakit sangat jauh.
5. Kita harus saling tolong menolong, saling mengerti dan memahami satu sama lainnya.
Kebaikan Hati Pohon Jati
Penulis: Heru Prasetyo
Siang hari itu, di sebuah lokasi perbukitan di Pulau Jawa, Awan menurunkan air hujan yang dibawanya ke daratan. “Ah, leganya.” Awan merasa senang, air yang sedari tadi dibawa sudah ditumpahkannya. “Hei, Awan. Kenapa kau sembarang menurunkan hujan?” protes Pohon Jati. Awan terkejut mendengar pohon jati memprotesnya. Padahal, selama ini, Pohon Jati selalu senang bila awan menurunkan hujan.
“Aku tidak besar lengan berkuasa lagi. Sedari tadi, saya sudah lelah mengangkut hujan,” sahut Awan. Namun, Pohon Jati tampak tidak senang mendengarnya. “Iya, tapi, kenapa kau menurunkannya di sini? Lihatlah, tempat ini sudah penuh air!” kata Pohon Jati marah. Awan melihat ke bawah. Memang benar, di sekitar Pohon Jati banyak terdapat genangan air.
Pohon Jati masih merasa jengkel. “Bagaimana caranya supaya saya tidak lagi digenangi air sebanyak ini?”
“Tenang saja, nanti niscaya akan terserap oleh akarmu,” jawab Awan singkat.“Itu tidak mungkin. Semua temanku sudah habis ditebangi manusia. Cuma tinggal saya satu-satunya pohon jati di sini,” kata Pohon Jati tampak sedih. Awan pun berempati. “Aku turut duka mendengarnya.”
“Lalu genangan air ini sebanyak ini bagaimana membuangnya?” tanya Pohon Jati.
“Gampang, kau alirkan airnya ke bawah bukit sana,” Awan memberi saran.“Aku tidak mau! Aku tidak mau menciptakan insan yang berada di bawah bukit menjadi korban banjir,” tukas Pohon Jati. "Bukankah mereka sudah menebangi semua temanmu,” ujar Awan.
“Tapi, tidak semua dari mereka menyerupai itu. Anak-anak di bawah bukit sana, mereka sangat menyayangiku. Sudah beberapa hari ini mereka menanam banyak bibit pohon untuk temanku nanti. Mereka juga merawatku dengan baik,” sahut Pohon Jati. Awan pun terenyuh mendengarnya. “Lalu kini apa yang akan kau lakukan?” tanya Awan.
“Aku akan berusaha menahan genangan air yang banyak ini tetap di sini sebisaku,” jawab Pohon Jati. Awan tidak menyangka Pohon Jati begitu baik hati.Akhirnya, Pohon Jati terus berusaha menyerap genangan air di sekitarnya bertahap dengan akarnya. Sore pun menjelang. Genangan air di sekitar Pohon Jati perlahan mulai surut. Tampak bawah umur mulai berdatangan ke atas bukit. Dari atas langit, Awan melihat sekumpulan bawah umur kembali menanami bibit-bibit pohon jati di area di mana dahulu banyak terdapat pohon jati, tetapi kini sudah ditebang.
“Hei, masih ada sedikit genangan air. Ayo, kita main!” Anak-anak tampak antusias bermain air di bawah Pohon Jati. Di wajah mereka tersirat keceriaan. Pohon Jati pun tersenyum senang melihat keceriaan bawah umur itu.
Alternatif Jawaban :
1. Kebaikan hati pohon jati
2. Pohon jati
3. Kegunaan pohon jati dalam kehidupan masyarakat yaitu batangnya sanggup dijadikan perabotan rumah tangga, sanggup mencegah banjir da longsor, mengurangi pemanasan global, menghasilkan oksigen dari hasil proses foto sintesis, dan getahnya sanggup dijadikan serat untuk pembuatan pakaian.
4. Cara melestarikan pohon jati yaitu dengan cara babat pilih, menghindari babat liar dan mengadakan penghijauan / penanaman kembali pohon yang sudah di manfaatkan
5. Pelajaran yang saya sanggup dari dongeng di atas yaitu berguru sabar dan tidak membalas perbuatan jahat seseorang serta tetap berbuat baik kepada semua orang
Laut Kita Penuh Harta Karun
Penulis: Erlita Pratiwi
Minggu pagi yang cerah. Nara bersama ayah dan Om Benny, sahabat ayah, naik bahtera motor meninggalkan pelabuhan Tanjung Luar, Lombok Timur, menuju ke tengah bahari lepas. Ayah Nara yang mengemudikan bahtera motor itu menuju bahtera besar yang berada di tengah laut. Sesampainya di bahtera besar, Nara melihat teman-teman ayah membersihkan kerang mutiara. Kerang-kerang itu kemudian akan dikembalikan ke dalam laut. Bila sudah cukup umur, dipanen untuk diambil mutiara yang terdapat di dalam kerang.
Nara memperhatikan kerang-kerang yang sedang dibersihkan. Lalu, ia memegang salah satunya. Sama sekali tidak terlihat ada sesuatu yang mahal di dalamnya. “Yang ini, mutiaranya sudah sebesar apa, Ayah?” tanya Nara penasaran. “Harus diperiksa dengan sinar X terlebih dahulu, Nara. Baru nanti sanggup terlihat,” kata ayahnya. Nara pun hanya manggut-manggut.
“Tidak semua proses mutiara berhasil, Nara. Dengan pinjaman sinar-X, kita sanggup tahu kerang yang gagal,” kata Om Benny menjelaskan. Om Benny kemudian menunjuk kerang yang sedang dibersihkan. “Ini namanya Pinctada maxima. Jenis kerang ini menghasilkan mutiara berwarna keemasan. Kerang-kerang harus dibersihkan dari siput dan binatang lain yang menempel.
Hewan-hewan itu akan mengisap makanan yang ada di dalam kerang. Nanti mutiaranya jadi tidak sempurna.” Nara menyimak klarifikasi Om Benny itu. “Pantas saja mutiara itu harganya mahal. Prosesnya sulit dan usang ya, Om,” kata Nara. Om Benny mengangguk membenarkan. “Kamu tahu tidak, mutiara dari perairan Lombok sudah populer ke seluruh dunia, Nara. Dan faktanya, hampir 43 persen mutiara di dunia itu dihasilkan dari Indonesia,” tiba-tiba Om Benny berkata lagi.
“Wow, keren!” Nara berseru kagum. ”Indonesia ternyata punya banyak harta karun di laut, ya, Om,” kata Nara. ”Iya, Nara. Bangsa kita memang kaya akan hasil laut. Bukan cuma mutiara, masih banyak kekayaan hasil bahari lainnya, Nara. Tapi, sayangnya, potensi sumber daya kelautan Indonesia yang sangat besar itu hingga kini masih belum tergarap secara optimal, Nara,” lanjut Om Benny dengan nada prihatin.
”Oh, begitu ya, Om?” Nara ikut merasa duka mendengarnya.
“Oleh alasannya itu, kau berguru yang rajin, Nara! Supaya dikala kau besar nanti, kau dan generasi muda penerus bangsa lainnya sanggup mengolah kekayaan hasil bahari Indonesia ini dengan baik. Bangsa kita nantinya sanggup menjadi makmur,” pesan Om Benny kemudian.
“Siap, Om!” Nara menciptakan gerakan hormat dengan tangannya. Om Benny dan Ayah Nara pun tersenyum senang melihat semangat Nara. Bangsa Indonesia mempunyai sumber daya kelautan yang melimpah. Mari kita cintai dan jaga kekayaan bahari tersebut.
Alternatif Jawaban :
1. Laut kita penuh harta karun
2. Nara
3. Manusia memanfaatkan kerang mutiara dengan cara mengambil mutiara yang ada pada kerang tersebut dan di jadikan pehiasan/aksesoris yang bernilai jual tinggi
4. Usaha untuk melestarikan kerang mutiara dengan cara tidak membuang limbah ke bahari dan tidak menangkap ikan dengan cara bom pukat harimau
5. Pelajaran yang saya sanggup yaitu menjaga kekayaan bahari dengan cara melestarikannya.
Kemarau di Gunungkidul
Penulis: Fransisca Emilia
Dongeng Anak Terpilih Kategori Air Minum -Lomba Menulis Dongeng Anak KSAN 2015
Hari ini sekolah Elang libur. Elang ikut ayahnya yang akan meliput informasi di
Gunungkidul, Yogyakarta. Ayah Elang seorang wartawan.
“Di sana sering kekurangan air ya, Yah? Aku pernah baca di majalah,” kata Elang.
Ayah mengangguk. “Sebagian besar wilayah Gunungkidul merupakan pegunungan karst yang tersusun dari batuan kapur berpori. Akibatnya, air selalu merembes dan menghilang ke dalam tanah. Permukaannya kering, tapi jauh di bawah tanah kaya akan air. Lihatlah sekitarmu, Elang,” kata ayahnya lagi.
Dari beling mobil, Elang memandang sekelilingnya. Pohon-pohon jati meranggas dan rerumputan mengering. Saat memasuki perkampungan, yang terlihat hanya tanah cokelat yang pecah-pecah.
Saat hingga tujuan, ayah memarkir kendaraan beroda empat di depan balai desa. Tak jauh dari situ, kerumunan warga tengah mengantre di sekeliling kendaraan beroda empat tangki air. Mereka membawa jeriken, ember, dan banyak sekali wadah untuk menampung air. Ayah kemudian mewawancarai kepala desa dan beberapa warga.
“Telaga-telaga sudah mengering pada awal kemarau. Begitu pula bak-bak penampungan air dan kolam-kolam yang kami buat, hanya cukup untuk satu bulan,” kata Pak Kepala Desa. Elang memandang kerumunan warga dengan sedih. Ia kemudian melihat seorang gadis kecil yang gres selesai mengantre air. Jalannya terengah-engah. Elang mendekatinya. “Sini, saya bantu.” Mata lingkaran gadis kecil itu berbinar. Elang kemudian memperkenalkan dirinya. Gadis itu berjulukan Gendis.
“Kenapa mengambil air sendiri?” tanya Elang perlahan
“Simbah sedang menciptakan gaplek. Bapak dan simbok bekerja di Jakarta,” jawab Gendis.
“Air ini untuk apa? Mandi?” tanya Elang lagi.
“Musim kemarau begini saya jarang mandi. Kita membeli air untuk minum dan memasak saja.”
Elang tak menyangka bila ada daerah yang mengalami kekeringan separah itu.
“Hei, dari mana? Ayo pulang,” kata ayah membuyarkan lamunan Elang.
“Yah, bukankah kata Ayah di dalam tanah sana kaya air? Apa tidak sanggup dimanfaatkan?” tanya Elang.
“Bisa. Tapi, dalamnya ratusan meter. Perlu biaya sangat besar. Pemerintah bekerja sama dengan Jerman sudah membangun bendungan di Gua Bribin.Airnya dipompa ke atas!”
“Terus, kenapa masih kekurangan air?”
“Airnya sudah sanggup memenuhi kebutuhan warga di beberapa kecamatan. Tapi belum optimal. Mudah-mudahan dengan perkembangan teknologi, air bawah tanah sanggup dimanfaatkan lebih baik. Dan, Gunungkidul tidak kekurangan air lagi menyerupai sekarang.”
”Kita beruntung ya, Yah, tidak pernah kekurangan air,” kata Elang kemudian. Ayahnya pun mengangguk. Perjalanan bersama ayah kali ini, sungguh memperlihatkan pengalaman gres bagi Elang.
Alternatif Jawaban :
1. Kemarau di Gunung Kidul
2. Elang
3. a. Jenis burung elang yang ada di Indonesia yaitu Elang Jawa, Elang Brontok, Elang Laut Perut Putih, Elang Hitam, Elang Ular- Bido
b. Meletarikan burung elang dengan cara tidak melaksanakan perburuan liar, menjaga ekosistemnya, melindungi keberadaannya, melaksanakan perkembang biakan dan tidak menebanh hutan.
c. Tempat yang sanggup dikunjungi untuk melihat penangkaran burung elang yaitu Taman Nasional Gunung Halimun Salak (Bogor ), Loji (Bogor ), dan penangkaran Pulau Kotok (kawasan Kepulauan Seribu)
4. Pelajaran yang di sanggup dari dongeng diatas yaitu saling tolong menolong dan kita harus bersyukur alasannya di daerah kita tidak kekurangan air
Impian Bomu
Penulis: Watiek Ideo dan DK Wardhani
Hai, namaku Bomu. Aku yaitu sebatang bambu di daerah Way Kambas, Sumatra. Aku tinggal bersama segerombol bambu lainnya. Teman kami, Angin, suka sekali menarik hati dan bercanda bersama kami, para bambu. Tiba-tiba kudengar bunyi yang amat keras. Itu yaitu para pohon besar di seberang.
“Oh, sebentar lagi kita akan dibawa ke kota,” kata Pohon Kampar. “Ya. Kudengar mereka akan mengakibatkan kita mebel-mebel mewah,” ujar Pohon Meranti bangga.
“Seperti apa ya tinggal di kota?” batinku. Sungguh, saya iri kepada mereka. Para insan lebih membutuhkan pohon-pohon itu daripada sepotong bambu. Hari berganti hari. Pagi-pagi kudengar kehebohan di sawah seberang. Rupanya itu yaitu bawah umur Way Kambas. “Gawat! Kata Ayahku, demam isu kemarau sudah datang!”
“Sawah-sawah akan kekeringan.”
“Kita akan kesulitan air higienis nanti.” Suara-suara mereka terdengar khawatir. Keesokan hari, kulihat bawah umur Way Kambas tiba lagi. Tapi kini, mereka ditemani para orang tua. Dan, hei, mereka berjalan ke arah kami, para bambu!
“Ayo, ayo! Ambil yang manis bambunya”
“Iya. Biar kuat!”
Orang-orang mulai memotong kami para bambu. Rasanya sungguh geli. Aku sangat senang membayangkan apa yang akan terjadi. Kurasa mereka akan membawaku ke kota! Hore!
Tubuhku bergoyang-goyang dikala orang-orang itu mengusung para bambu ke sebuah sungai besar di ujung desa. Lho, kok ke sini?
“Ayo, kita rakit sekarang!” Tanpa dikomando, mereka mengembangkan tugas. Srek! Srek!
Kras! Kras! Hei, apa yang terjadi?
Dan, wow! Tubuhku tertali amat kencang bersama teman-temanku. Kulihat beberapa bambu lain tampak saling terhubung menjadi pipa-pipa panjang.
“Ayo, kita coba sekarang!”
Tiba-tiba angin bertiup ke arahku. Perlahan, tubuhku berputar. Air pun masuk ke bumbung-bumbung tubuhku dan teman-temanku. Lalu, air itu tumpah ke sebuah wadah dan mengalir masuk ke pipa-pipa bambu.“Berhasil!” “Hore!” “Airnya masuk!”
Para petani dan bawah umur itu bersorak bahagia. Air itu mengalir ke sawahsawah dan kolam penampungan di tengah desa. Kini, saya menjadi serpihan dari kincir angin ini. Anak-anak Way Kambas bersemangat sekali menanami sekitar mata air dengan tunas-tunas muda. Mereka dan para orang dewasa sebenarnya menahan tepian mata air dengan bebatuan. Tak boleh lagi ada yang menebang pohon sembarangan dan mengotori sumber air.
Alternatif Jawaban :
1. Impian Bomu
2. Bomu sebatang bambu
3.
4. Penyelesain persoalan pada dongeng di atas yaitu menciptakan kincir air dari bambu
5. Jadilah orang yang bermanfaat dan berguna
Demikianlah artikel tentang Kunci Jawaban Buku Tematik Tema 6 Kelas 4 Halaman 162, 165, 168, 171, 174 - Pembelajaran Kelas 4 Tema 6 Cita-Citaku- Aku Cinta Membaca dari kami. Semoga sanggup menambah motivasi berguru dan mempermudah dalam pemahaman materi. Jika ada pertanyaan anda sanggup pribadi Contact atau sanggup dengan mengisi kolom komentar, Teima kasih. Sumber https://soaldanjawabanpg.blogspot.com/
Buku Siswa yang dipakai sebagai sumber berguru dikelas 4 merupakan buku Tematik Terpadu Kurikulum 2013 (K13) Edisi Revisi Terbaru.
Dalam Buku Siswa Kelas 4 Tema 6 Aku Cinta Membaca Halaman 162-174 terdapat beberapa latihan soal yang harus dikerjakan siswa. Untuk membantu menemukan jawaban yang tepat berikut kami bagikan alternatif jawaban.
Aku Cinta Membaca
Cintailah membaca, alasannya ....
semakin banyak membaca,
semakin banyak tempat yang kau kunjungi,
semakin sering membaca,
semakin sering kau berpetualang,
semakin bermacam-macam bacaanmu, semakin bermacam-macam pula
pengalaman yang kau rasakan.
Apa yang kau baca akan membuatmu kaya, alasannya apa yang
kau baca akan mengisi dirimu dengan ilmu, menambah
jiwamu dengan pengetahuan, dan membuka wawasan
cakrawala benakmu, seluas-luasnya!
Kakakku Dokter di Pedalaman
Penulis: Diy Ara
Di sebuah rumah di Semarang, Rara sudah duduk di bersahabat telepon rumah semenjak pulang sekolah. Beberapa kali, ia menatap telepon, kemudian berbisik, “Kak Dilan, Rara kangen.” Sayangnya, telepon itu tetap tidak berdering. Rara menjadi kesal. “Andai Rara punya abang menyerupai kakaknya Sena. Seorang polisi mahir yang selalu mengantar Sena ke sekolah.”
Baca Juga :
“Kak Dilan dokter yang hebat, lho!” seru Mama.
“Dokter mahir harusnya ada di rumah sakit. Tidak di hutan menyerupai Kak Dilan,” protes Rara. “Kak Dilan malahan tidak punya waktu, sudah sebulan Kak Dilan tidak menelepon.”
Mama mengusap rambut panjang Rara. “Kak Dilan niscaya kangen Rara. Tetapi, Kak Dilan kan kini tinggal di Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua, tepatnya di Distrik Weime. Itu daerah pedalaman, tidak ada listrik, sinyal, wartel, dan kemudahan lainnya. Jadi, bila mau menelepon kita, Kak Dilan harus pergi ke kota dulu.”
Tiba-tiba telepon berdering. Rara lekas mengangkat telepon itu. Suara Kak Dilan menyapa. Rara berteriak girang. “Kak Dilan harus pulang! Kalau tidak, Rara tidak mau ngomong sama Kakak lagi!”
“Rara jangan ngambek, dong! Kak Dilan kangen sekali bunyi imut Rara,” bujuk Kak Dilan di sambungan telepon. “Kakak mau cerita. Hari ini, Kakak senang sekali, balasannya Bonai tersenyum.” “Siapa itu Bonai?” tanya Rara penasaran.
“Bonai itu salah satu pasien Kakak. Dia terkena malaria. Syukurlah, kini ia sudah sembuh. Tempat yang Kakak tinggali ini banyak sekali penduduk yang meninggal alasannya malaria. Soalnya, jarak dari sini ke rumah sakit sangat jauh. Jadi, mereka telat ditangani,” dongeng Kak Dilan.
“Kasihan sekali. Berarti Kakak harus jaga kesehatan. Kalau Kak Dilan sakit, nanti siapa yang mengobati mereka?”
“Ehm, Kakak minta maaf, ya alasannya Kakak tidak ada di samping Rara.”
Rara merasa bersalah. Seharusnya, ia mendukung Kak Dilan. Soalnya, menjadi dokter di pedalaman yaitu kiprah berat dan sangat mulia. “Tidak apa-apa, Kak. Rara paham sekarang. Dibandingkan Rara, penduduk di Weime lebih membutuhkan Kak Dilan. Kakak harus ada di samping mereka dan mengobati mereka hingga sembuh! Janji ya sama Rara!”
“Janji! Doain Kakak, ya!”
“Pasti! Rara gembira sekali punya Kakak sehebat Kak Dilan!” seru Rara semangat. “Kalau sudah dewasa nanti, Rara mau jadi dokter. Menyelamatkan nyawa orang lain dan menciptakan mereka tersenyum!”
“Kakak juga gembira sama Rara!” kata Kak Dilan di ujung telepon sana.
Kunci Jawaban Tema 6 Kelas 4 Halaman 162
Alternatif Jawaban :
1. Kakakku Dokter di Pedalaman
2. Rara
3. Kak Dilan jarang menelpon Rara alasannya di daerah pedalaman tidak ada sinyal sehingga sulit untuk menelepon, bila mau nelpon harus kekota dulu untuk mendapat sinyal
4. Kak Dilan menceritakan kegiatannya menolong Bonai yang terkena penyakit malaria dan banyak penduduk yang meninggal alasannya malaria, di pedalaman jarak ke rumah sakit sangat jauh.
5. Kita harus saling tolong menolong, saling mengerti dan memahami satu sama lainnya.
Kebaikan Hati Pohon Jati
Penulis: Heru Prasetyo
Siang hari itu, di sebuah lokasi perbukitan di Pulau Jawa, Awan menurunkan air hujan yang dibawanya ke daratan. “Ah, leganya.” Awan merasa senang, air yang sedari tadi dibawa sudah ditumpahkannya. “Hei, Awan. Kenapa kau sembarang menurunkan hujan?” protes Pohon Jati. Awan terkejut mendengar pohon jati memprotesnya. Padahal, selama ini, Pohon Jati selalu senang bila awan menurunkan hujan.
“Aku tidak besar lengan berkuasa lagi. Sedari tadi, saya sudah lelah mengangkut hujan,” sahut Awan. Namun, Pohon Jati tampak tidak senang mendengarnya. “Iya, tapi, kenapa kau menurunkannya di sini? Lihatlah, tempat ini sudah penuh air!” kata Pohon Jati marah. Awan melihat ke bawah. Memang benar, di sekitar Pohon Jati banyak terdapat genangan air.
Pohon Jati masih merasa jengkel. “Bagaimana caranya supaya saya tidak lagi digenangi air sebanyak ini?”
“Tenang saja, nanti niscaya akan terserap oleh akarmu,” jawab Awan singkat.“Itu tidak mungkin. Semua temanku sudah habis ditebangi manusia. Cuma tinggal saya satu-satunya pohon jati di sini,” kata Pohon Jati tampak sedih. Awan pun berempati. “Aku turut duka mendengarnya.”
“Lalu genangan air ini sebanyak ini bagaimana membuangnya?” tanya Pohon Jati.
“Gampang, kau alirkan airnya ke bawah bukit sana,” Awan memberi saran.“Aku tidak mau! Aku tidak mau menciptakan insan yang berada di bawah bukit menjadi korban banjir,” tukas Pohon Jati. "Bukankah mereka sudah menebangi semua temanmu,” ujar Awan.
“Tapi, tidak semua dari mereka menyerupai itu. Anak-anak di bawah bukit sana, mereka sangat menyayangiku. Sudah beberapa hari ini mereka menanam banyak bibit pohon untuk temanku nanti. Mereka juga merawatku dengan baik,” sahut Pohon Jati. Awan pun terenyuh mendengarnya. “Lalu kini apa yang akan kau lakukan?” tanya Awan.
“Aku akan berusaha menahan genangan air yang banyak ini tetap di sini sebisaku,” jawab Pohon Jati. Awan tidak menyangka Pohon Jati begitu baik hati.Akhirnya, Pohon Jati terus berusaha menyerap genangan air di sekitarnya bertahap dengan akarnya. Sore pun menjelang. Genangan air di sekitar Pohon Jati perlahan mulai surut. Tampak bawah umur mulai berdatangan ke atas bukit. Dari atas langit, Awan melihat sekumpulan bawah umur kembali menanami bibit-bibit pohon jati di area di mana dahulu banyak terdapat pohon jati, tetapi kini sudah ditebang.
“Hei, masih ada sedikit genangan air. Ayo, kita main!” Anak-anak tampak antusias bermain air di bawah Pohon Jati. Di wajah mereka tersirat keceriaan. Pohon Jati pun tersenyum senang melihat keceriaan bawah umur itu.
Kunci Jawaban Tema 6 Kelas 4 Halaman 165
Alternatif Jawaban :
1. Kebaikan hati pohon jati
2. Pohon jati
3. Kegunaan pohon jati dalam kehidupan masyarakat yaitu batangnya sanggup dijadikan perabotan rumah tangga, sanggup mencegah banjir da longsor, mengurangi pemanasan global, menghasilkan oksigen dari hasil proses foto sintesis, dan getahnya sanggup dijadikan serat untuk pembuatan pakaian.
4. Cara melestarikan pohon jati yaitu dengan cara babat pilih, menghindari babat liar dan mengadakan penghijauan / penanaman kembali pohon yang sudah di manfaatkan
5. Pelajaran yang saya sanggup dari dongeng di atas yaitu berguru sabar dan tidak membalas perbuatan jahat seseorang serta tetap berbuat baik kepada semua orang
Laut Kita Penuh Harta Karun
Penulis: Erlita Pratiwi
Minggu pagi yang cerah. Nara bersama ayah dan Om Benny, sahabat ayah, naik bahtera motor meninggalkan pelabuhan Tanjung Luar, Lombok Timur, menuju ke tengah bahari lepas. Ayah Nara yang mengemudikan bahtera motor itu menuju bahtera besar yang berada di tengah laut. Sesampainya di bahtera besar, Nara melihat teman-teman ayah membersihkan kerang mutiara. Kerang-kerang itu kemudian akan dikembalikan ke dalam laut. Bila sudah cukup umur, dipanen untuk diambil mutiara yang terdapat di dalam kerang.
Nara memperhatikan kerang-kerang yang sedang dibersihkan. Lalu, ia memegang salah satunya. Sama sekali tidak terlihat ada sesuatu yang mahal di dalamnya. “Yang ini, mutiaranya sudah sebesar apa, Ayah?” tanya Nara penasaran. “Harus diperiksa dengan sinar X terlebih dahulu, Nara. Baru nanti sanggup terlihat,” kata ayahnya. Nara pun hanya manggut-manggut.
“Tidak semua proses mutiara berhasil, Nara. Dengan pinjaman sinar-X, kita sanggup tahu kerang yang gagal,” kata Om Benny menjelaskan. Om Benny kemudian menunjuk kerang yang sedang dibersihkan. “Ini namanya Pinctada maxima. Jenis kerang ini menghasilkan mutiara berwarna keemasan. Kerang-kerang harus dibersihkan dari siput dan binatang lain yang menempel.
Hewan-hewan itu akan mengisap makanan yang ada di dalam kerang. Nanti mutiaranya jadi tidak sempurna.” Nara menyimak klarifikasi Om Benny itu. “Pantas saja mutiara itu harganya mahal. Prosesnya sulit dan usang ya, Om,” kata Nara. Om Benny mengangguk membenarkan. “Kamu tahu tidak, mutiara dari perairan Lombok sudah populer ke seluruh dunia, Nara. Dan faktanya, hampir 43 persen mutiara di dunia itu dihasilkan dari Indonesia,” tiba-tiba Om Benny berkata lagi.
“Wow, keren!” Nara berseru kagum. ”Indonesia ternyata punya banyak harta karun di laut, ya, Om,” kata Nara. ”Iya, Nara. Bangsa kita memang kaya akan hasil laut. Bukan cuma mutiara, masih banyak kekayaan hasil bahari lainnya, Nara. Tapi, sayangnya, potensi sumber daya kelautan Indonesia yang sangat besar itu hingga kini masih belum tergarap secara optimal, Nara,” lanjut Om Benny dengan nada prihatin.
”Oh, begitu ya, Om?” Nara ikut merasa duka mendengarnya.
“Oleh alasannya itu, kau berguru yang rajin, Nara! Supaya dikala kau besar nanti, kau dan generasi muda penerus bangsa lainnya sanggup mengolah kekayaan hasil bahari Indonesia ini dengan baik. Bangsa kita nantinya sanggup menjadi makmur,” pesan Om Benny kemudian.
“Siap, Om!” Nara menciptakan gerakan hormat dengan tangannya. Om Benny dan Ayah Nara pun tersenyum senang melihat semangat Nara. Bangsa Indonesia mempunyai sumber daya kelautan yang melimpah. Mari kita cintai dan jaga kekayaan bahari tersebut.
Kunci Jawaban Tema 6 Kelas 4 Halaman 168
Alternatif Jawaban :
1. Laut kita penuh harta karun
2. Nara
3. Manusia memanfaatkan kerang mutiara dengan cara mengambil mutiara yang ada pada kerang tersebut dan di jadikan pehiasan/aksesoris yang bernilai jual tinggi
4. Usaha untuk melestarikan kerang mutiara dengan cara tidak membuang limbah ke bahari dan tidak menangkap ikan dengan cara bom pukat harimau
5. Pelajaran yang saya sanggup yaitu menjaga kekayaan bahari dengan cara melestarikannya.
Kemarau di Gunungkidul
Penulis: Fransisca Emilia
Dongeng Anak Terpilih Kategori Air Minum -Lomba Menulis Dongeng Anak KSAN 2015
Hari ini sekolah Elang libur. Elang ikut ayahnya yang akan meliput informasi di
Gunungkidul, Yogyakarta. Ayah Elang seorang wartawan.
“Di sana sering kekurangan air ya, Yah? Aku pernah baca di majalah,” kata Elang.
Ayah mengangguk. “Sebagian besar wilayah Gunungkidul merupakan pegunungan karst yang tersusun dari batuan kapur berpori. Akibatnya, air selalu merembes dan menghilang ke dalam tanah. Permukaannya kering, tapi jauh di bawah tanah kaya akan air. Lihatlah sekitarmu, Elang,” kata ayahnya lagi.
Dari beling mobil, Elang memandang sekelilingnya. Pohon-pohon jati meranggas dan rerumputan mengering. Saat memasuki perkampungan, yang terlihat hanya tanah cokelat yang pecah-pecah.
Saat hingga tujuan, ayah memarkir kendaraan beroda empat di depan balai desa. Tak jauh dari situ, kerumunan warga tengah mengantre di sekeliling kendaraan beroda empat tangki air. Mereka membawa jeriken, ember, dan banyak sekali wadah untuk menampung air. Ayah kemudian mewawancarai kepala desa dan beberapa warga.
“Telaga-telaga sudah mengering pada awal kemarau. Begitu pula bak-bak penampungan air dan kolam-kolam yang kami buat, hanya cukup untuk satu bulan,” kata Pak Kepala Desa. Elang memandang kerumunan warga dengan sedih. Ia kemudian melihat seorang gadis kecil yang gres selesai mengantre air. Jalannya terengah-engah. Elang mendekatinya. “Sini, saya bantu.” Mata lingkaran gadis kecil itu berbinar. Elang kemudian memperkenalkan dirinya. Gadis itu berjulukan Gendis.
“Kenapa mengambil air sendiri?” tanya Elang perlahan
“Simbah sedang menciptakan gaplek. Bapak dan simbok bekerja di Jakarta,” jawab Gendis.
“Air ini untuk apa? Mandi?” tanya Elang lagi.
“Musim kemarau begini saya jarang mandi. Kita membeli air untuk minum dan memasak saja.”
Elang tak menyangka bila ada daerah yang mengalami kekeringan separah itu.
“Hei, dari mana? Ayo pulang,” kata ayah membuyarkan lamunan Elang.
“Yah, bukankah kata Ayah di dalam tanah sana kaya air? Apa tidak sanggup dimanfaatkan?” tanya Elang.
“Bisa. Tapi, dalamnya ratusan meter. Perlu biaya sangat besar. Pemerintah bekerja sama dengan Jerman sudah membangun bendungan di Gua Bribin.Airnya dipompa ke atas!”
“Terus, kenapa masih kekurangan air?”
“Airnya sudah sanggup memenuhi kebutuhan warga di beberapa kecamatan. Tapi belum optimal. Mudah-mudahan dengan perkembangan teknologi, air bawah tanah sanggup dimanfaatkan lebih baik. Dan, Gunungkidul tidak kekurangan air lagi menyerupai sekarang.”
”Kita beruntung ya, Yah, tidak pernah kekurangan air,” kata Elang kemudian. Ayahnya pun mengangguk. Perjalanan bersama ayah kali ini, sungguh memperlihatkan pengalaman gres bagi Elang.
Kunci Jawaban Tema 6 Kelas 4 Halaman 171
Alternatif Jawaban :
1. Kemarau di Gunung Kidul
2. Elang
3. a. Jenis burung elang yang ada di Indonesia yaitu Elang Jawa, Elang Brontok, Elang Laut Perut Putih, Elang Hitam, Elang Ular- Bido
b. Meletarikan burung elang dengan cara tidak melaksanakan perburuan liar, menjaga ekosistemnya, melindungi keberadaannya, melaksanakan perkembang biakan dan tidak menebanh hutan.
c. Tempat yang sanggup dikunjungi untuk melihat penangkaran burung elang yaitu Taman Nasional Gunung Halimun Salak (Bogor ), Loji (Bogor ), dan penangkaran Pulau Kotok (kawasan Kepulauan Seribu)
4. Pelajaran yang di sanggup dari dongeng diatas yaitu saling tolong menolong dan kita harus bersyukur alasannya di daerah kita tidak kekurangan air
Impian Bomu
Penulis: Watiek Ideo dan DK Wardhani
Hai, namaku Bomu. Aku yaitu sebatang bambu di daerah Way Kambas, Sumatra. Aku tinggal bersama segerombol bambu lainnya. Teman kami, Angin, suka sekali menarik hati dan bercanda bersama kami, para bambu. Tiba-tiba kudengar bunyi yang amat keras. Itu yaitu para pohon besar di seberang.
“Oh, sebentar lagi kita akan dibawa ke kota,” kata Pohon Kampar. “Ya. Kudengar mereka akan mengakibatkan kita mebel-mebel mewah,” ujar Pohon Meranti bangga.
“Seperti apa ya tinggal di kota?” batinku. Sungguh, saya iri kepada mereka. Para insan lebih membutuhkan pohon-pohon itu daripada sepotong bambu. Hari berganti hari. Pagi-pagi kudengar kehebohan di sawah seberang. Rupanya itu yaitu bawah umur Way Kambas. “Gawat! Kata Ayahku, demam isu kemarau sudah datang!”
“Sawah-sawah akan kekeringan.”
“Kita akan kesulitan air higienis nanti.” Suara-suara mereka terdengar khawatir. Keesokan hari, kulihat bawah umur Way Kambas tiba lagi. Tapi kini, mereka ditemani para orang tua. Dan, hei, mereka berjalan ke arah kami, para bambu!
“Ayo, ayo! Ambil yang manis bambunya”
“Iya. Biar kuat!”
Orang-orang mulai memotong kami para bambu. Rasanya sungguh geli. Aku sangat senang membayangkan apa yang akan terjadi. Kurasa mereka akan membawaku ke kota! Hore!
Tubuhku bergoyang-goyang dikala orang-orang itu mengusung para bambu ke sebuah sungai besar di ujung desa. Lho, kok ke sini?
“Ayo, kita rakit sekarang!” Tanpa dikomando, mereka mengembangkan tugas. Srek! Srek!
Kras! Kras! Hei, apa yang terjadi?
Dan, wow! Tubuhku tertali amat kencang bersama teman-temanku. Kulihat beberapa bambu lain tampak saling terhubung menjadi pipa-pipa panjang.
“Ayo, kita coba sekarang!”
Tiba-tiba angin bertiup ke arahku. Perlahan, tubuhku berputar. Air pun masuk ke bumbung-bumbung tubuhku dan teman-temanku. Lalu, air itu tumpah ke sebuah wadah dan mengalir masuk ke pipa-pipa bambu.“Berhasil!” “Hore!” “Airnya masuk!”
Para petani dan bawah umur itu bersorak bahagia. Air itu mengalir ke sawahsawah dan kolam penampungan di tengah desa. Kini, saya menjadi serpihan dari kincir angin ini. Anak-anak Way Kambas bersemangat sekali menanami sekitar mata air dengan tunas-tunas muda. Mereka dan para orang dewasa sebenarnya menahan tepian mata air dengan bebatuan. Tak boleh lagi ada yang menebang pohon sembarangan dan mengotori sumber air.
Kunci Jawaban Tema 6 Kelas 4 Halaman 174
Alternatif Jawaban :
1. Impian Bomu
2. Bomu sebatang bambu
3.
4. Penyelesain persoalan pada dongeng di atas yaitu menciptakan kincir air dari bambu
5. Jadilah orang yang bermanfaat dan berguna
Demikianlah artikel tentang Kunci Jawaban Buku Tematik Tema 6 Kelas 4 Halaman 162, 165, 168, 171, 174 - Pembelajaran Kelas 4 Tema 6 Cita-Citaku- Aku Cinta Membaca dari kami. Semoga sanggup menambah motivasi berguru dan mempermudah dalam pemahaman materi. Jika ada pertanyaan anda sanggup pribadi Contact atau sanggup dengan mengisi kolom komentar, Teima kasih. Sumber https://soaldanjawabanpg.blogspot.com/